KISAH DEWI BULAN DAN PERAYAAN TIONG CIU PIA (MOONCAKE FESTIVAL) BLN 8 TGL 15 IMLEK bagian 2 dari 2 Tulian

Berkat jasa Hou Yi, sang Ratu Langit memberikan hadiah berupa dua buah pil keabadian agar Hou Yi dan Chang ‘E bisa hidup abadi di istana langit. Mereka memutuskan untuk sementara menyimpan pil itu dan menunggu saat yang tepat untuk naik ke langit. Dengan bahagia, pasangan itu menanti hari baik untuk bersama-sama menjadi sepasang Dewa.
Namun malang tak dapat dihindari. Ketika Hou Yi pergi untuk berburu, seorang muridnya yang serakah mencuri pil keabadian tersebut agar dia sendiri bisa menjadi Dewa. Chang ‘E memergoki perbuatannya dan merekapun bergulat memperebutkan benda itu. Dalam kondisi panik, Chang ‘E terpaksa menyembunyikan kedua pil itu di dalam mulutnya dan tanpa sengaja malah menelannya.
Karena menelan dua buah pil keabadian sekaligus, tubuh Chang ‘E menjadi amat ringan. Begitu ringan hingga dia tak mampu lagi mempertahankan kakinya agar tetap di tanah. Tubuh Chang ‘E melayang, lebih tinggi dari atap rumah mereka, dan tak lama kemudian ketinggiannya sudah melampaui ujung pohon tertinggi di hutan.
Tepat saat itulah Hou Yi pulang. Melihat istrinya melayang, dia menyadari kalau Chang ‘E pastilah telah menelan kedua pil itu. Hou Yi marah karena mengira sang istri telah mengkhianatinya. Dalam kemarahan, sang pahlawan merentang busurnya, berniat memanah jatuh istrinya sendiri. Beruntung, pada saat terakhir Hou Yi mengurungkan niatnya itu. Dengan hati hancur dia hanya bisa terpaku memandangi sosok sang istri yang makin lama makin jauh.
Chang ‘E melayang di langit, makin tinggi dan tinggi, dan baru mampu mendarat saat tiba di permukaan bulan yang dingin. Tak ada kehidupan di sana. Chang ‘E yang malang hanya bisa menangis tanpa tahu cara pulang ke bumi untuk menjelaskan semuanya pada sang suami. Sang Ratu Langit yang merasa kasihan padanya membuatkan sebuah istana di bulan dan memberikan seekor kelinci untuk menemani hari-hari Chang ‘E yang sepi. Chang ‘E pun menjadi Dewi Bulan.
Di bumi, Hou Yi akhirnya tahu kalau Chang ‘E tak bersalah. Sang murid durhaka mendapat hukuman berat, tapi hanya itu yang dapat dilakukannya. Tak mungkin dia bisa bertemu lagi dengan istrinya yang sudah menjadi Dewi. Tak ada lagi pil keabadian. Dunia mereka sudah berbeda. Yang bisa dilakukan Hou Yi hanya menunggu, berharap suatu saat Chang ‘E akan turun ke bumi mengunjunginya. Maka sejak saat itu, tiap tanggal lima belas bulan ke delapan – hari saat Chang ‘E naik ke langit – Hou Yi menyiapkan kue dan makanan kesukaan sang istri, berharap saat melihat kue itu Chang E akan teringat padanya dan bersedia turun dari istananya di bulan.
Menunggu dan menunggu. Tahun demi tahun berlalu, Hou Yi pun menjadi tua dan akhirnya meninggal dalam kesendirian. Masyarakat sekitar yang kasihan pada nasib malang pahlawan mereka meneruskan kebiasaan Hou Yi, memberi persembahan pada Dewi Bulan tiap tanggal lima belas bulan ke delapan. Itulah asal usul Festival Pertengahan Musim Gugur.
Bila pasangan Gadis Penenun dan Pemuda Penggembala bisa bertemu setahun sekali, seumur hidupnya Hou Yi tak bisa lagi bertemu dengan Chang ‘E. Barulah setelah dia meninggal, Kaisar Langit mengangkat jiwa sang pahlawan menjadi Dewa Matahari dan dengan demikian dia bisa berjumpa kembali dengan istrinya di Istana Bulan.
Kebiasaan diatas berkembang dan dipakai Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuan Zhang memimpin para petani Han melawan pemerintah Mongol. Pada saat itu rakyat Han menentang pemerintahan Mongol dari Dinasti Yuan, dan para pemberontak yang dipimpin sendiri oleh Zhu Yuan Zhang, merencanakan untuk mengambil alih pemerintahan. Zhu Yuan Zhang bingung memikirkan bagaimana cara menyatukan rakyat untuk memberontak pada hari yang sama tanpa diketahui oleh pemerintah Mongol.
Salah seorang penasehat terpercaya nya akhirnya menemukan sebuah ide. Sebuah berita disebarkan bahwa akan ada bencana besar yang akan menimpa negeri Tiongkok dan hanya dengan memakan kue bulan yang dibagikan oleh para pemberontak dapat mencegah bencana tersebut. Kue bulan tersebut hanya dibagikan kepada rakyat Han, yang akan menemukan pesan “Revolusi pada tanggal lima belas bulan delapan” pada saat membukanya.
Karena pemberitahuan itu, rakyat bersama-sama melakukan aksi pada tanggal yang ditentukan untuk menggulingkan Dinasti Yuan. Dan sejak saat itu kue bulan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perayaan pertengahan Musim Gugur. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song (960-1279). Dari sini, kue bulan dipastikan telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming (1368-1644) berdiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.