Sumpit dan Kebudayaan Pembawa Keberuntungannya



Sumpit adalah salah satu penemuan besar bangsa China. Mereka menjadi bagian penting dalam budaya makanan China, dan sumpit melambangkan banyak makna baik. 

Sumpit menyatakan kebahagiaan, kekayaan, dan produksi. Budaya Keberuntungan Sumpit Sumpit pertama kali digunakan di Dinasti Shang se-bagai alat makan. Menambahkan sepasang sumpit menandakan penambahan satu orang dalam rumah tangga. Selain itu, huruf China untuk sumpit  sama bunyinya dengan frasa China `segera punya putra . Karena itu, sumpit dianggap benda pembawa keberuntungan dalam pernikahan tradisional. Di beberapa tempat, bagian dari mas kawin mempelai wanita termasuk dua set mangkuk dan sumpit diikat dengan pita merah. Dikenal sebagai `mangkuk ketu-runan', benda-benda ini dimaksudkan untuk menggambarkan kehidupan pernikahan yang panjang dan harapan mendapatkan keturunan segera. Desa-desa di wilayah utara melakukan kebiasaan melempar sumpit ke kamar mempelai pada malam pernikahan untuk mendoakan kebahagiaan, keberuntungan, dan keturunan pasangan. Adat Keberuntungan tentang  Penggunaan Sumpit 

Adat Keberuntungan tentang Penggunaan Sumpit 

Orang China biasanya makan dengan sumpit, dan ada aturan yang harus diikuti mengenai-nya. Biasanya, sumpit dipegang dengan tangan kanan. Dalam Kitab Ritual, ada pepatah yang mengatakan bahwa anak harus diajarkan cara memegang sumpit dengan tangan kanan begitu is bisa makan sendiri. Beberapa orang kidal memegang sumpit de-ngan tangan kiri, tapi ini bukan sesuatu yang boleh diikuti. Sumpit harus dipegang dengan posisi yang benar. Dari posisinya, orang bisa mera-maikan apakah pasangan hidup seorang anak tinggalnya jauh arau dekat.  Memegang sumpit terlalu tinggi atau terlalu rendah menjadi tabu bagi orangtua mereka khawatir anak mereka akan meninggalkan mereka ketika mereka dewasa atau tidak mau membesarkan ke-rurunannya di dekat mereka. Makan dengan satu sumpit juga tabu karena ada-nya kepercayaan umum bahwa hantu makan dengan satu sumpit. Di acara pemakaman, empat atau tujuh mangkuk ditempatkan di atas peti mati, dan satu sumpit ditempatkan di setiap mangkuk. Orang juga tidak boleh melihat cermin ketika makan karena ini menyiratkan bahwa ia akan gugup ketika bicara. Di provinsi Shandong, menyilangkan sumpit ke-tika meletakkannya di mangkuk juga tabu, karena ini adalah cara memberi persembahan untuk orang mati. Beberapa keluarga cukup teliti tentang penempatan alat makan. Tidak baik menaruh satu sumpit di se-tiap sisi mangkuk karena ini menyiratkan perpisahan. Selain itu, setiap pasang sumpit harus sama panjangnya. Pan fang yang tidak sama menyiratkan kemalangan yang tidak diharapkan.  Juga tabu menggunakan sumpit untuk memu-kul mangkuk kosong sebelum makan. Tindakan ini rnencerminkan tindakan pengemis dan karenanya me-nyiratkan kemiskinan. Dulu, di Dancheng provinsi Henan, ada delapan tabu yang diberlakukan tentang penggunaan sumpit. Orang tidak akan: (1) menjilat sumpit, (2) menggetar-kan sumpit, (3) mengambil makanan terus-menerus tanpa makan nasi, (4) mengambil makanan dengan sumpit yang sudah ada makanannya, (5) menancap-kan sumpit di nasi, (6) mendahului orang lain untuk mengambil makanan ketika is sedang mengambil makanannya, (7) memain-mainkan makanan, dan (8) mencungkil, gigi .dengan sumpit. Mereka yang me-langgar aturan ini akan dianggap sebagai penjahat tak beradab atau pengemis kotor. Namun sebenarnya, ke-biasaan itu dipraktikkan dengan tujuan kesehatan dan kesopanan.

Kebinsaan "Mencuri" Sumpit
Di utara, 'mencuri' sumpit adalah kebiasaan umum.
Pasta akan disiapkan oleh keluarga mempelai wanita pada saat kodatangan mempelai pria dan pengiringnya. Benda-benda yang ditempatkan di meja termasuk empat piring kue dan manisan, beberapa botol arak, dan beberapa pasang sumpit. Ketika makan, pengiring pria akan mencuri sumpit diam-diam, dan setelah kembali ke rumah mempelai pria, is akan meletakkan sumpit itu di kamar mempelai. Metode `pencuriant ini dianggap sebagai cara yang baik untuk mengatasi masalah kesuburan, karena orang-orang pada masa itu tidak memahaminya secara medic. Mereka latu mengembangkan kebiasaan ini untuk memastikan bahwa mereka bisa mengendalikan kesuburan.

 

1 komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.