Adat Istiadat mengenai Hewan

Banyak hewan memiliki ciri fisik dan naluri bertahan hidup yang tidak ditemukan pada manusia. Akibatnya, orang menganggap hewan memiliki kemampuan spiritual  dan sifat mereka dikaitkan dengan hantu atau dunia gaib. Dari waktu ke waktu, berbagai kebiasaan bagus dan tabu tentang        
hewan juga terbentuk dan dipraktikkan oleh rakyat. Rakyat akan secara tidak sadar membangun identitas dari hewan yang sering dilihat. Banyak perilaku abnormal dalam kehidupan seseorang. Ini adalah dasar pemikiran mengenai hewan dan maknanya.

Tikus
Di beberapa daerah di China, rakyat menyebut binatang pengerat ini ‘Dewa Rezeki’ dan akan menyambut kehadirannya. Dulu, kebanyakan orang tidak punya cadangan beras untuk hari berikutnya. Akibatnya, kehadiran tikus menandai bahwa rumah itu cukup kaya untuk memiliki cadangan beras, harapan yang ingin dimiliki keluarga petani. Banyak orang juga memandanng mereka dengan kebencian. Tikus dianggap sebagai makhluk buruk, salah satu dari ‘Empat Racun’. Kisah mengapa tikus menandai datangnya bencana seperti ini:
                Selama periode Tiga Kerajaan, sadel panglima perang Cao Cao rusak oleh gigitan tikus. Untuk menyelamatkan Cao Cao dari hukuman, penjaga istal menggunakan pisau untuk melubangi pakaiannya hingga kelihatan seperti digigit tikus. Ia berpura-pura sangat sedih dan ketika ditanya oleh Cao Cao, ia menjawab bahwa sangat jelek kalau baju digigit tikus. Rakyat percaya bahwa tikus, karena kegiatan malamnya, bisa berkomunikasi dengan hantu dan roh. Dengan itu, ia yang dihukum gantinya Cao Cao.


Ular
Penghormatan rakyat pada ular pada masa lalu sangat umum di seluruh suku dan daerah, khususnya di tengah dan ujung bawah Sungai Yangtze. Di daerah ini, orang bahkan menghargai ular rumah (jenis ular tak berbisa yang biasa tinggal dalam ruangan) dan menghindari menyebut ular dengan namanya. Sebaliknya, gelar seperti ‘Dewa Agung’, ‘Naga Langit’, dan ‘Naga Rumah’ digunakan di berbagai tempat di China dan merupakan peninggalan langsung dari pemujaan totem ular.
                Penduduk Yixing percaya bahwa kemunculan ular rumah di took beras atau di tempat tidur juga pertanda bagus, sedangkan kemunculannya di lis atap atau tiang itu buruk. Rakyat di Zhejiang juga menghindari melihat ular jatuh ke tanah. Orang di Qingjiang menganggap melihat ular sedang melepas kulitnya atau meninggalkan liang itu jelek. Penduduk Dantu percaya bila ular rumah muncul itu jelek dan meramalkan kematian kepala rumah tangga atau kemalangan lain. Di daerah Qingjiang di Jiangxi, ular dikirim ke tempat jauh. Ular tidak boleh dibunuh untuk mencegahnya memminta ‘satu nyawa untuk satu nyawa’.
 
Anjing
Di banyak suku China, anjing dianggap spesies yang sama dengan manusia dan mereka sangat di hormati. Anjing menunduk dianggap mendoakan keselamatan tuannya karena dipercaya bahwa anjing punya kesadaran spiritual. Banyak suku juga menghindari makan daging anjing. Namun bagi kebanyakan bangsa China, kelakuan anjing yang tidak normal bisa meramalkan bencana di depan. Misalnya, anjing memasuki ruangan dianggap petunjuk bahwa pencuri akan datang.

Hasil gambar untuk shio anjing



Tabu Suara Hewan
Kaok Gagak
Banyak wilayah menganggap gagak adalah makhluk buruk karena teriakkannya. Dulu ketika kaok gagak terdengar di pagi hari, penduduk Nanjing diam-diam menyanyikan frasa lima kata tujuh kali untuk mengusir petanda buruk. Berbagai daerah di Zhejiang juga tidak suka gagak berkaok di depan pintu depan karena menyatakan roh jahat.Bila gagak berkaok keras di pagi hari pertama Tahun Baru Imlek, itu berarti semuanya akan menemui hambatan pada tahun mendatang. Itulah sebabnya ketika orang mendengar kaok gagak, mereka akan menyumpah dan meludah untuk mengusir yang jahat.

Hasil gambar untuk Kaok Gagak

Kokok Ayam Jantan
Menurut cerita rakyat, ayam yang berkokok terlalu pagi bukan pertanda baik. Bila ayam berkokok, itu berarti meningkatnya energy yin dan menurunnya energy yang di rumah, dan merupakan tanda wanita menjadi berkuasa.

Hasil gambar untuk Kokok Ayam Jantan

Ada juga teriakan burung lain yang dianggap jelek, seperti burung kepala Sembilan, yang menurut rakyat Zhoushan, menyatakan bahwa roh-roh bergentayangan di dekat situ. Di Anhui, mereka yang mendengar teriakan burung Biksu Sha, sejenis burung karnivora, di pagi hari akan jatuh sakit, sedangkan teriakan bunyi merpati di sore hari berarti banjir besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.