Praktik Kehati-hatian ketika Menjalani Pengobatan

Jatuh sakit itu biasa, dan berobat tidak bisa dihindari. Pada masa lalu, orang sakit menaruh semua harapan mereka untuk kesembuhan pada obat. Akibatnya, untuk memastikan efek pengobatan, orang sakit akan mencatat ucapan dan perilaku mereka. Hal ini kemudian berkembang menjadi


praktik terkait dengan pengobatan.

Ada tradisi di mana orang akan menghindari bicara tentang hal tidak baik untuk mengurangi beban psikologis orang sakit. Misalnya, bila sedang berobat, orang harus bilang ‘minum teh’. Di daerah Jiangxi, minum obat disebut ‘minum teh bagus’. Bila anak-anak kena cacar, ini disebut ‘pecahnya bunga keberuntungan’. Ketika bicara dengan orang sakit, orang juga menghindari topik seperti kematian seseorang karena sakit.

Tabu dalam Merebus Obat
Di daerah Nanjing di Jiangsu, dipercaya bahwa resep tidak boleh dilipat terbalik, atau pengobatannya tidak akan efektif. Setelah mengambil resep, orang harus langsung pulang ke rumah. Ini untuk menghindari dituduh membawa nasib buruk dan penyakit pada orang lain.
                Di provinsi Hunan, kayu untuk merebus tumbuhan obat tidak boleh berasal dari pohon kamper. Ini karena zhang bunyinya mirip dengan nama Zhang, dan akan membuat marah Zhang Guolao dari Delapan Dewa, karenanya pengobatan akan tidak manjur.
                Di beberapa daerah Shanxi, sebagian orang secara tradisional tidak membeli ceret perebus obat, karena menyimpan ceret perebus di rumah dan tidak memakainya dianggap akan mengundang penyakit. Jadi bila ceret dibutuhkan, orang bias mencurinya dari keluarga yang memiliki, karena menurut cerita rakyat, mencuri adalah tindakan diam-diam. Pencurian ini tidak mengakibatkan setan penyakit mengikuti ceret ke rumah peminjam. Setelah dipakai, orang harus diam-diam mengembalikan ceret ke tempat asalnya. Ketika rumah yang memiliki ceret itu mengetahui kehilangannya, mereka langsung tahun bahwa itu ‘dicuri’ dan mungkin bias menebak pihak yang terlibat. Kebanyakan diam-diam merasa gembira.
                Di tempat seperti Zhejiang, obat akan direbus di koridor atau di kamar pasien. Kertas bertulisan resep harus direndam dengan air dan digunakan untuk menutupi mulut ceret. Begitu kertasnya kering, artinya obat siap dan ini juga mencegah bau obat keluar. Konon, Dewa Dapur dan Dewa Obat adlah musuh. Itulah sebabnya merebus obat di kompor dapur tidak bagus untuk pasien. Tabu itu masuk akal dalam konteks sekarang, karena mencegah minyak dan zat tidak diinginkan lainnya mengontaminasi obat.

Tabu dalam Minum Obat
Setelah pasien meminum obat, kata-kata bagus seperti ‘pergilah penyakit, pergilah ke tempat lain’ diucapkan untuk mengharapkan kesembuhan segera. Pasien juga harus menelungkupkan mangkuk di meja setelah minum obat untuk melambangkan tidak jatuh sakit lagi. Juga tabu untuk menyimpan sisa obat. Sisanya harus dikosongkan segera untuk melambangkan kesembuhan cepat. Tempat pembuangan sisa obat juga sangat penting. Di provinsi Henan ada pepatah, ‘kosongkan tinggi, jangan rendah’. Ada juga tabu tentang membuang di tempat sampah dan toilet Karena orang  percaya sisa obat terkait dengan kondisi orang yang sakit, dan bila tidak d buang dengan benar, hal itu akan membahayakan kesembuhan pasien. Orang China umumnya setuju bahwa sisa obat lebih baik dibuang di jalan, supaya mereka diinjak oleh banyak orang, melambangkan transfer penyakit melalui bantuan orang lain.
                Selain itu, juga dianggap tidak baik minum obat selama Tahun Baru karena melambangkan minum obat sepanjang tahun. Tabu ini juga diperluas dengan menyimpan obta di rumah pada Tahun Baru, tindakan yang juga dianggap tidak bagus.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.