Mitologi: Kisah Dewi Bulan Dengan Pemanah Matahari (bagian 1 dari 3 Tulisan) Full Version

 


Ada berbagai versi kisah cerita rakyat tentang Chang-E, sang Dewi Bulan dan Pemanah Matahari dalam legenda Tionghoa namun kisah ini juga yang menjadikan sejarah dan asal-usul nya penyajian Perayaan Kue Bulan setiap tanggal 15 bulan 8 penanggalan Imlek. Ketika bulan menunjukkan keindahan secara penuh, para pria dan gadis gadis cantik Tionghoa akan keluar rumah untuk melihat ke bulan dan mengingat Kisah Kehidupan Chang-E. Perayaan ini juga dikenal sebagai Festival Pertengahan Musim Gugur atau Perayaan Bulan. Berikut Kisah selengkapnya ;
Kisah Dewi Bulan Dengan Pemanah Matahari
Legenda Chang-E, Dewi Bulan dan Pemanah Matahari dalam pemerintahan Tai Kang dari Dinasti Xia.
Yu mendapatkan takhta dari Shun karena kemampuannya dalam mengendalikan banjir. Ketika Yu telah berusia lanjut, dia memiliki keinginan untuk menyerahkan takhta kepada salah seorang menterinya, Po Yi. Namun para ketua suku menginginkan agar Yu memberikan posisi tersebut kepada Chi, salah seorang putra Yu. Setelah kejadian ini maka posisi ketua dari ketua atau raja menjadi sesuatu yang turun temurun. Tai Kang adalah putra dari Chi. Yu memiliki jasa besar karena berhasil menghentikan banjir dan mendidik rakyat untuk bertani.
Hal ini menyebabkan Kaisar Langit di surga memerintahkan sepuluh orang putranya menjadi sepuluh matahari. Ini dimaksudkan agar mereka dapat secara bergantian mengelilingi langit setiap hari sehingga dapat membantu rakyat untuk berternak dan bertani. Namun sepuluh orang muda tersebut tidak mematuhi perintah dan mereka keluar secara bersamaan yang menyebabkan panas dari sepuluh matahari secara bersama-sama menyinari bumi dan mengakibatkan panas yang sangat hebat.
Banyak manusia dan binatang meninggal, sungai-sungai menjadi kering, hutan-hutan terbakar, dan berbagai penderitaan hebat lainnya. Rakyat memohon agar surga memberikan kasihnya. Dan permohonan ini didengar oleh Kaisar Langit, yang lalu memerintahkan Hou Yi, seorang Dewa yang gagah, untuk turun ke bumi menyelesaikan masalah tersebut.
Hou Yi adalah Dewa yang pemberani dan beruntung. Istrinya adalah Chang-E (嫦娥) yang penyendiri, dan mereka sangat saling mencintai dan tidak terpisahkan. Mereka terkenal dengan nama “Sepasang Dewa Dewi Cinta”. Namun hidup diantara manusia tidak semudah hidup di surga, dan Chang-E tidak berkeinginan untuk itu. Namun Hou Yi tidak dapat menentang perintah dari Kaisar Langit, dan Chang-E tidak ingin berpisah dari suaminya. Maka dengan perasaan berat, dia mendampingi Hou Yi ke daerah liar di timur. Hou Yi adalah seorang pemanah yang hebat, dan dari surga membawa busur gaib yang dapat memanah apa saja di langit diluar jangkauan manusia.
Kemudian rakyat dari daerah timur mengangkatnya sebagai ketua. Bagaimanapun juga posisi tersebut tidaklah membawa bahagia bagi Hou Yi, karena harus menghadapi kenyataan bahwa sepuluh matahari terus menerus menghanguskan tanaman, menyebabkan binatang-binatang ternak mati kelaparan, mengeringkan sungai-sungai, meluasnya penyakit-penyakit, dan banyak rakyat meninggal. Melihat hebatnya penderitaan rakyat, dia mendaki Gunung Tienshan dan berbicara dengan sepuluh matahari. “Kasihanilah rakyat dan keluarlah hanya satu secara bergantian, jangan keluar secara bersamaan”, mohon Hou Yi. “Kenapa kita harus begitu?”, tanya salah satu matahari.
“Karena jika kalian semua muncul secara bersamaan, cahaya dan panas kalian membuat rakyat dan mahluk hidup lainnya menderita”, jawab Hou Yi. Tanya matahari yang lain, “apa urusan manusia dengan kami?” “Ya benar! Kami sepuluh bersaudara sangat senang bermain bersama setiap hari di langit. Betapa hampa dan membosankan bila kami mengelilingi langit secara bergantian”, tambah matahari lainnya.
“Namun Surga sangat sayang kepada mahluk hidup, dan saya berbicara kepada kalian atas perintah Kaisar Langit”, kata Hou Yi. Meskipun Hou Yi berusaha keras dan sungguh-sungguh untuk memberikan penjelasan, tetapi mereka tidak menghiraukan. Salah seorang berkata dengan sombong “Kami adalah putra dari Kaisar Langit, dan siapakah kamu berani mencampuri urusan kami?”
Lalu kesepuluh matahari dengan sombongnya mengeluarkan panasnya ke bumi, yang mengakibatkan hutan-hutan terbakar, burung dan binatang berlarian menghindar dan manusia berusaha untuk menyelamatkan hidup. Perbuatan tersebut membuat Hou Yi kehilangan kesabaran, sehingga dia mengambil busur dan panahnya, dan memanah matahari tersebut satu per satu.
Pada saat Hou Yi akan memanah matahari yang terakhir, sang matahari memohon agar Hou Yi memberikan pengampunan, dan matahari tersebut berjanji mematuhi semua tugas yang diberikan dan hanya akan keluar pada siang hari. Setelah kejadian itu, rakyat sangat menikmati hidup mereka, mereka bekerja pada siang hari dan beristirahat pada malam hari. Hou Yi lalu melaporkan semua yang dilakukannya kepada Kaisar Langit, yang sangat marah karena Hou Yi membunuh sembilan putranya dengan kejam.
Kaisar Langit menolak Hou Yi kembali ke surga. Kaisar Langit mengatakan bahwa Hou Yi sangat dinantikan oleh rakyat di kawasan timur yang telah mengangkatnya sebagai ketua dari suku-suku tersebut, dan menginginkan agar Hou Yi dapat berjuang untuk kesejahteraan umat manusia. Maka Hou Yi tidaklah dapat pulang ke surga, dan di bumi sangat banyak pekerjaan yang harus dilakukannya.
Jika seseorang ingin menguasai alam, yaitu dengan berkuasa atas serangga dan binatang buas, maka dia pertama-tama harus belajar untuk bertarung. Maka Hou Yi mulai melatih rakyat memanah. Hou Yi sangat sibuk dengan semua pekerjaan yang ada sehingga dia jarang pulang ke rumah, dan ini menyebabkan Chang-E merasa ditelantarkan dan kesepian.
Yang paling membuat Chang-E sedih adalah kenyataan bahwa dia sekarang adalah seorang manusia, yang tidak dapat menghindari penderitaan manusia, seperti melahirkan, menjadi tua, sakit dan meninggal. Chang-E sangat marah terhadap perbuatan Hou Yi yang memanah jatuh matahari-matahari yang merupakan putra dari Kaisar Langit tersebut.





Bersambung......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.