Kisah Dewi Kwan Im dan Wei Tuo

Kota Luo Yang adalah sebuah kota yang sangat indah dan penting bagi jalur perdagangan di Tiongkok kuno. Sayangnya, satu-satunya jembatan yang menghubungkan kota itu dengan kota-kota lainnya malah putus, sehingga orang-orang yang ingin bepergian harus menggunakan sampan dan tak jarang juga ada yang jatuh dan tenggelam.




Keadaan ini jelas membuat sedih gubernur Luo Yang yang bernama Wang YanJin, tapi apa boleh buat; mau minta bantuan dari pusat tidak diberi, sementara mau minta sumbangan dari orang-orang kaya dikota itu susahnya minta ampun. Akhirnya sang bupati pun hanya bisa mencicil sedikit demi sedikit pembangunan jembatan sesuai dana yang ada, sambil tak lupa selalu berdoa kepada Dewi Kwan Im yang welas asih.


Doa gubernur Wang ahirnya sampai juga ketelinga Dewi Kwan Im. Sebenarnya sang Dewi bisa saja langsung menciptakan sebuah jembatan yang kokoh dengan sihirnya, namun karena beliau ingin mengerjai dulu warga kota Luo yang pelit dan egois, maka sang Dewi pun memanggil Dewa tanah untuk membantunya menjalankan rencananya.

Esoknya muncul seorang nona yang sangat cantik menunggang sampan mengitari sungai Luo Yang, pemandangan itu jelas menarik perhatian penduduk kota, khususnya yang berjenis kelamin laki-laki. Sedang asyik-asyiknya mereka memandangi nona cantik itu, tiba-tiba saja sang kakek pendayung sampan berteriak, "Wahai tuan tuan! Ketahuilah nonaku ini sedang mencari suami, jadi siapapun diantara kalian yang bisa melemparinya dengan uang dan mengenai nonaku, maka dialah yang akan menjadi suaminya."

"Hei orang tua jangan omong kosong kau! Nona apa benar yang dikatakan tua bangka itu?" teriak seorang warga yang penasaran

Dengan malu-malu nona itu mengganguk sambil tersenyum manis.

Tanpa dikomando lagi para priapun langsung beramai-ramai melemparkan uang kearah sinona, sehingga dalam waktu singkat saja sampan tempatnya berpijak sudah dipenuhi kepingan-kepingan uang. Namun anehnya tidak peduli seberapa gencarpun warga melemparinya tetap tak ada yang mengenai sinona, seolah-olah tubuhnya dilindungi perisai mistis saja. Setelah hari menjelang sore sikakek tukang perahu mohon pamit untuk mengantar nonanya pulang, tapi esok paginya mereka kembali datang untuk mengadakan acara yang sama.

Kebetulan saat itu Lu DongBin (salah satu angota 8 dewa) juga sedang berada dikota Luo Yang untuk menjual pangsit ajaib (siapapun yang memakan pangsit ajaib ini akan sembuh dari segala penyakit dan panjang umur). Begitu melihat wanita cantik disampan, dia langsung mengenalinya sebagai Dewi Kwan Im yang sedang menyamar, sedangkan situkang perahu adalah samaran Dewa tanah. Sambil tersenyum kecut, Lu DongBin yang masih sakit hati pada sang Dewi (karena pernah ditolak cintanya) segera merencanakan akal bulus untuk mempermainkannya.

Didekat acara melempar koin itu ada seorang pedagang sandal jerami bernama Wei Tuo. Dalam hati Wei Tuo juga ingin menikahi sang nona, tapi karena dia sayang melemparkan uangnya yang ingin disumabangkannya untuk pembangunan jembatan, sehingga pemuda itupun hanya bisa memandang gadis cantik itu dari kejauhan.

"Sedang ngelamun apa nak? Kenapa kau tidak ikut melempar uang ke nona manis itu, barangkali saja dia jodohmu?" tegur sipenjual pangsit samaran Lu DongBin kepada Wei Tuo.

"Yah terus terang aku juga ingin menikahi nona itu, tapi apa daya uangku cuma sedikit dan ingin kusumbangkan untuk pembangunan jembatan dikota kita supaya tidak ada lagi orang yang tercebur dan mati," jawab Wei Tuo polos

"Ha ha ha, kalau cuma itu sih gampang, sini kuajari caranya! Sekarang ambil satu keping uangmu yang paling kecil nilainya, lalu tumbuk dengan batu besar sampai uangmu itu hancur berkeping-keping. Nah nanti ambil remukan uangmu dan lemparkan kearah sinona, dengan remukan sebanyak itu aku yakin salah satunya pasti ada yang mengenai pujaan hatimu itu!"
Wei Tuo tertegun mendengar saran situkang pangsit yang rasanya memang masuk akal, setelah berpikir sejenak akhirnya pemuda itupun memutuskan untuk mencobanya.

Ketika Wei Tuo melemparkan remukan uangnya diam-diam Lu DongBin menggunakan sihirnya sehingga remukan itu mengenai tubuh nona manis samaran Dewi Kwan Im. Sang nona langsung pucat pasi begitu menyadari dirinya terkena lemparan uang, baru saja dia hendak menghilang dan kabur, tiba-tiba Lu DongBin meneriakinya "Hei sikap apa itu! Kalau Dewi saja suka bohong nanti bagaimana bisa jadi contoh yang baik bagi manusia."

Kini Dewi Kwan Im baru sadar sedang dikerjai oleh Lu DongBin, dengan jengkel dia pun langsung memelototi Dewa iseng itu, tapi bukannya keder Lu DongBin malah terus menggodanya, "Sudahlah gak usah pake acara mendelik begitu, sekarang cepat kesini untuk menemui calon suamimu ini."

Sang Dewi jelas mangkel setengah mati mendengarnya tapi tak bisa berbuat apa-apa (karena seorang Dewi memang tidak boleh berbohong), ahirnya dia pun menyuruh Dewa tanah untuk membawanya ketepian.

Setelah sinona dan Wei Tuo berhadap-hadapan, mereka hanya terdiam satu sama lain karena tidak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba saja Lu DongBin memecah suasana seba canggung itu dengan mendorong tubuh Wei Tuo sehingga hampir saja menubruk sinona.

Melihat muka Dewi Kwan im yang merah padam, Lu DongBin pun buru-buru ngacir sambil mendorong gerobak pangsitnya, namun kerena terburu-buru sehingga gerobaknya tergelincir dan pangsitnya jatuh semua kesungai. (kebetulan didalam sungai itu ada seekor siluman ular putih bernama Bai SuZhen (Pai Su Chen) yang sudah bertapa ribuan tahun.

Begitu melihat pengsit ajaib jatuh dihadapannya dia pun tidak menyia-nyiakannya dan langsung melahap semuanya. Setelah memakan pangsit ajaib itu ilmu Bai SuZhen langsung maju pesat sehingga dapat berubah menjadi wanita cantik, dia kemudian melanjutkan pertapaannya digunung E Mei. Beberapa ratus tahun kemudian Bai SuZhen akan menemukan jodohnya saat berperahu dikota Hang Zhou, tapi hal ini tidak perlu kita bahas lebih lanjut karena sudah ada dongengnya sendiri.

Kita kembali pada Wei Tuo dan nona manis jelmaan Dewi Kwan Im yang masih berpandang-pandanganan satu sama lain. Tiba-tiba Wei Tuo berkata sambil tersipu-sipu, "Terus terang aku memang ingin menikahimu nona, tapi kalau kau memang tak bersedia ya tidak apa,"
(maklumlah bagi Wei Tuo cinta tidak harus memiliki, asal bisa membahagiakan orang yang dicintainya itu sudah cukup baginya).

Tiba-tiba nona dihadapannya memancarkan sinar kemilau yang sangat menyilaukan dan berubah menjadi Dewi Kwan Im, sambil tersenyum lembut sang Dewi pun berkata, "Wei Tuo, aku adalah Dewi, jadi mana boleh ingkar janji. Kedatanganku kekota ini sebenarnya untuk mengerjai warga supaya mau menyumbang untuk pembangunan jembatan. Sekarang biar aku menemui gubernur dulu untuk menyerahkan uang yang kuperoleh beberapa hari ini dan setelah itu aku akan kembali menemuimu."

Setelah Dewi Kwan Im menyerahkan uang yang dikumpulkannya dari acara melempar koin kepada gubernur Wang, dia pun menepati janjinya dan menggandeng Wei Tuo terbang kepertapaannya di Po Tho Shan, diiringi pandangan takjub dari warga yang melihatnya.

Sesampainya di Po Tho Shan, sang Dewi mempersilahkan Wei Tuo duduk dihadapannya dan berkata, "Walaupun kita tidak bisa menjadi suami istri dalam arti yang sesungguhnya, namun kau sudah memenangkan hatiku. Mulai saat ini kita akan duduk berhadap-hadapan begini selamanya, tidak peduli lautan mengering atau gunung runtuh kita tetap akan berdua selamanya."

Wei Tuo girang sekali mendengar perkataan Dewi Kwan Im, baginya bisa hidup bersama dengan orang yang dicintainya saja sudah cukup dan melebihi segalanya, karena cinta Wei Tuo terhadap sang Dewi adalah cinta yang murni dan suci, berbeda dengan cinta manusia pada umumnya yang sering dengan nafsu birahi.

Seiring dengan bergulirnya sang waktu, maka Dei Kwan Im membawa Wei Tuo ke Nirwana. Berbekal kebajikan pemuda itu, maka ia dikaruniai kemampuan setara Dewa dan ditugaskan untuk menjadi tentara dan pengawal Dewi Kwan In, mendampinginya menunaikan tugas mulia menolong jelata di dunia.

Sejak saat itu banyak kuil Dewi Kwan Im yang menempatkan patung Dewi Kwan Im duduk berhadap-hadapan dengan patung Wei Tuo. Selain itu ada juga yang menempatkan patung Wei Tuo yang memakai pakaian perang lengkap disamping patung Dewi kwan Im, sebagai simbol Wei Tuo yang selalu siap melindungi Dewi Kwan Im kapanpun dan dimanapun juga.

Salam Tao

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.