Sejarah Jiang Zi-ya

Sejarah Jiang Zi-ya (姜 子 牙dalam lafal Hokkian disebut Kiang Cu Ge) adalah tokoh Dewa yang sangat terkenal dan dihormati di kalangan rakyat. Kelenteng yang memujanya biasa disebut Taigongmiao atau Wu




Siapakah Jiang Zi-ya sesungguhnya? Mengapa dipuja orang selama berabad-abad?


Jiang Zi-ya seorang tokoh sejarah. Ia bernama Shang (尚), alias Zi-ya (子 牙), dan bergelar Fei Xiong (飛 熊Beruang terbang) dari daerah Jizhou (sekarang adalah kabupaten Ji, di Propinsi Hebei, Tiongkok Tengah). Konon ia keturunan Kaisar purba Yan Di (炎 帝 ). Kemudian moyangnya menjadi pejabat tinggi Kaisar Shun, karena berjasa besar dalam membantu Yu mengatasi bencana banjir, lalu dianugerahi nama keluarga “Jiang”, dan berkuasa di wilayah Lu (sekarang disebelah barat kota Nanyang, propinsi Henan), sehingga kemudian disebut Lu Hou (Adipati Lu). Sebab itu dalam sejarah, ia sering disebut Lushang atau Jiangshang. Dan ada pula yang menyebutnya Jiang Zi-ya. “Zi” adalah panggilan kehormatan untuk pria pada jaman dahulu. Sebab itu dengan menyebut Jiang Zi-ya, mereka menyatakan hormat terhadapnya.

Tentang sebutan Taigong (太 公Thay Kong dalam lafal Hokkian), memang ada asal-usulnya. Waktu Raja Wenwang berkeliling ke berbagai tempat menyambangi para cendekiawan, ia bertemu dengan Jiang Zi-ya. Dengan girang ia berkata : Pertemuan ini sejak lama didambakan oleh Lao Taigong (maksudnya ayahanda Kaisar Wenwang)”. Sejak itu orang-orang lalu menyebutnya Jiang Taigong (姜 太 公 ,Kiang Thay Kong).

Jiang Taigong seorang cerdas dan sangat berpengetahuan. Waktu itu jaman berkuasanya Dinasti Shang, keadaan memaksa tidak bisa mengembangkan kepandaian. Bersama dengan berlalunya sang waktu ia melewatkan hidupnya dalam kesunyian di wilayah terpencil dililit kemiskinan. Menurut catatan “Literatur Sejarah Kuno”, ia pernah bekerja sebagai jagal di ibukota Chaogou (sekarang terletak di Kabupaten Tangyang, Propinsi Henan) jual Arak di Mengjin, (sebuah kota kecil di tepi Sungai Huang He). Sampai berumur 70 tahun, ia tetap belum memperoleh kesempatan untuk bekerja mengembangkan bakat.

Pada saat ia dihimpit kemelaratan, tersiar berita bahwa Wenwang dari kerajaan Zhou di wilayah barat mengundang pada cendekiawan untuk membantu pemerintah. Kabarnya beliau sangat berbudi dan menghormati orang pandai. Jiang Zi-ya lalu pergi kesana. Di negeri itu ia mendirikan gubug di tepi Sungai Weishui, hidup sepi menghabiskan waktu dengan mengail. Dari sini muncul pemeo yang terkenal sampai sekarang “Jiang Taigong mengail, hanya ikan yang ditakdirkan saja yang terkail” (姜 太 公 釣 魚 愿 者 上 鉤 - Jiang Taigong Diao Yu, Yuan Zhe Shang Gou). Ia tinggal di tepi Sungai Weishui sambil menunggu kesempatan bertemu dengan Wenwang. Bertahun-tahun ia menempuh penghidupan sebagai pengail, sampai batu yang didudukinya selagi mengulur joran membekas lekukan, tapi orang yang didambakan belum juga muncul. Hampir ia putus asa dalam penantian yang tak kunjung akhir. Suatu hari datanglah Wenwang diiringi para pembesar bawahannya berkunjung ke gubuknya.

Ketika ia melihat seorang bangsawan berwajah cakap agak kehitam-hitaman muncul dihadapannya, hati Zi-ya berdebar-debar. Dalam tutur sapa pertama kali, Wenwang bahwa ia tidak salah memilih orang. Jiang Zi-ya ternyata menunjukkan kecakapan dan kebijaksanaannya serta pandangan luas dalam tukar pendapat dengan Zi-ya. Wenwang sangat gembira dan bersyukur atas ini. Dengan upacara yang megah ia menyambut Zi-ya untuk tinggal di istiana. Ketika itu Jiang Zi-ya telah berumur 80 tahun.

Jiang Zi-ya diangkat sebagai perdana menteri. Ia membantu Wenwang mengatur jalannya roda pemerintahan, memantabkan politik serta meningkatkan militer, membangun pertanian dan meninggikan produksi pangan sehingga rakyat hidup tenteram. Setelah dirasa mantap ia menggerakkan kekuatan militer menaklukkan wilayah-wilayah sekelilingnya untuk memperlemah kekuasaan pusat, sebaliknya dari hari ke hari Kerajaan Zhou makin kuat. Ibukota Zhou dari Qishan ke Fengcheng. Demikianlah sampai pada saat meninggal Wenwang, kerajaan Zhou sudah menguasai 2/3 wilayah Tiongkok sudah siap memberi pukulan terakhir untuk meruntuhkan Dinasti Shang.

Sebelum cita-cita ini tercapai Wenwang meninggal dunia digantikan oleh Ji Fawang bergelar Wuwang. Dipimpin oleh Jiang Zi-ya, angkatan perang Zhou menyerbu negeri Shang, untuk merampungkan cita-cita almarhum Wenwang. Setelah meruntuhkan Shang, berdirilah Dinasti Zhou yang menguasai seluruh daratan Tiongkok. Dengan ibukota Haojing (sekarang dikabupaten Chang’an propinsi Shanxi). Karena jasa besarnya, Jiang Zi-ya diangkat sebagai Raja muda dari Qi (sekarang terletak di sebagian besar propinsi Shandong). Dialah kemudian yang menurunkan raja-raja dari negeri Qi itu. Dia juga yang kemudian menulis kitab ilmu perang yang disebut “Ilmu perang Taigong”, kitab ini kemudian dikembangkan ahli-ahli perang jaman kemudian.

Dari kisah diatas dapat dimengerti bahwa Jiang Zi-ya sesungguhnya adalah seorang ahli militer kenamaan. Mengapa ia melantik para dewa? Mungkin karena dalam sejarah namanya sangat terkenal banyak cerita rakyat dan hikayat mengacu kepadanya. Kemudian cerita-cerita mengenai Jiang Zi-ya yang banyak beredar di kalangan rakyat dihimpun dan disusun Xu Zhong-lin menjadi sebuah novel panjang dengan judul “Penganugerahan Para Dewa” (Fengshen Yanyi). Dalam cerita dikisahkan Jiang Zi-ya turun dari pertapaannya di Kunlun Shan dan membawa perintah dari Mahadewa Yuanshi untuk mengangkat roh orang-orang yang gugur dalam peperangan menumbangkan dinasti Shang menjadi malaikat.

Sebagai manusia setengah Dewa, Jiang Zi-ya disejajarkan dengan Kongzi (Khong Cu) didalam pemujaan. Jiang Zi-ya dipuja sebagai Dewa pelindung kemiliteran, Kongzi sebagai pelindung kaum cendekiawan dan pelajar, keduanya menjadi dewata yang umat pemujanya sangat luas. Pada Dinasti Tang tahun Kai-yuan ke 19 (masehi 732) bulan 4 tanggal 18, pemerintahan Kaisar Xuanzong (Li Longji) di seluruh negeri secara serentak mendirikan Taigongmiao (Kelenteng Pemujaan Jiang Zi-ya) dengan Zhang Liang, seorang perdana menteri dari Dinashi Han, diangkat sebagai pendampingnya. Semua pejabat, baik sipil maupun militer sedang akan berangkat menjalankan tugas atau menerima kenaikan pangkat, meletakkan jabatan dan menjalani masa pensiun, mengadakan pesta perkawinan dan ulang tahun, semua harus lebih dulu mengadakan sembahyang di kelenteng tersebut.

Ketika Kaisar Gaozong Dinasti Tang bertahta, tahun Shang-yuan pertama (Masehi 674) bulan ke empat kabisat, tanggal 19, mengangkat Jiang Taigong sebagai Wu Chengwang (Raja Muda Kemiliteran). Sampai pada jaman Dinasti Song (utara), Kaisar Zhenzong menambah gelar kehormatan baginya. Sejak itu secara resmi kelenteng Taigongmiao disebut sebagai Wu Chengwang-miao ( 武 成 王 廟 ) sejajar dengan pemujaan kelenteng Kongzi.

Pemujaan Jiang Zi-ya dikalangan masyarakat telah berakar, di kalangan rakyat sering kita jumpai tulisan kertas kuning berbunyi “Jiang Taigong ada di sini” ( 姜 太 公 在 此 ,Jiang Taigong Zai Ci). Waktu mendirikan rumah, saat menaikkan wuwungan, ditempelkan kertas merah bertuliskan “Jiang Taigong berada disini, semua baik dan menyenangkan” wuwungan sesaji samsing, lilin dan dupa lalu disulut petasan.

Satu keluarga yang tinggal pada rumah besar kuno, suatu saat dirasa rumah itu angker atau diganggu mahkluk halus, di pintu besar ditempelkan kertas merah bertuliskan Taigong Zai Ci” untuk mengusir pengaruh jahat dan mengusir iblis-iblis pengganggu.

Di beberapa kelenteng di Indonesia sering dijumpai patung Jiang Taigong memancing, ditempatkan taman atau halaman rumah, untuk hiasan atau keindahan juga untuk mengingatkan kita akan ketekunan dan kesabaran Jiang Zi-ya dalam meniti karir tentu saja juga untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh jahat.

Di bab lain akan diceritakan kutiban dari novel Fengshen tentang bagaimana Jiang Taigong bertemu Raja Wenwang. (KTH)



Referensi : Fengshen Yanyi

Zhongguo Minjian Xinshenshu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.