Kisah Legenda Thio Sam Hong, Pendiri Wu Dang Shan (Guru Tao dan Tokoh Misterius Dunia Persilatan)

Foto Kisah Para Dewa dan Ajaran Tao. 
Kisah Legenda Thio Sam Hong, Pendiri Wu Dang Shan (Guru Tao dan Tokoh Misterius Dunia Persilatan)

Kisah kehidupan Zhang Shan Feng (di Indonesia, di kalangan penggemar CerSil, terkenal dengan nama dialek Hokkian yakni : Thio Sam Hong) bak Naga Sakti yang hanya “nampak kepala tapi tak nampak ekornya”, di dalam hati generasi setelahnya, kemisteriusan nya semakin lama dirasakan semakin sulit ditebak.
Oleh karena itu kisah mengenai Thio Sam Hong juga sangat banyak. Pada akhirnya bilamana Thio Sam Hong wafat, juga tak bisa dilacak, bahkan ada orang yang mempercayai bahwa Thio Sam Hong senantiasa masih hidup, ia panjang umur, untuk selamanya tinggal di antara manusia.

Thio Sam Hong, nama ini hingga kini tetap saja sangat populer, selain di dalam CerSil karya Chin Yung dimana ia diprofilkan berwatak Bijak dan Sabar, dengan ilmu tinggi yang sulit diukur, membuat orang merasakan sangat akrab dan respek.
Terlebih lagi terdapat film sejenis, juga membuat kita tak jemu-jemu menontonnya.
Seorang penggemar (perempuan) pernah mengatakan kepada penulis, bahwa Jet Li di dalam film mengenakan jubah Tao hitam, dengan gerakannya yang luwes tatkala mendemonstrasikan ilmu silat Tai Chi sungguh terkesan gagah.
Tetapi perawakan dan wajah Thio Sam Hong yang tercatat di dalam buku sejarah tidak sama dengan Jet Li.

Profil Thio Sam Hong di dalam sejarah dilukiskan sebagai berikut :
“Tinggi besar, punggung bagai burung bangau dengan bentuk lengkung mirip cangkang kura-kura, telinga besar, mata berseri, jenggot bagai kipas.”
Perawakannya jauh lebih tinggi daripada Jet Li, wajahnya juga lebih gagah, tidak seperti Jet Li yang rapih.

Dalam hal ini, penuturan di dalam CerSil mestinya tidak jauh berbeda, penggambaran wajah Zhang Jun Bao (Thio Sam Hong ketika berusia remaja) ialah :
“Berwajah dan berperawakan unik, kening lancip, leher halus, berdada bidang, berkaki panjang, mata bulat dan telinga lebar”.
Sekarang ini tersiar bahwa Thio Sam Hong semasa kecilnya pernah mengabdi sebagai Bhiksu cilik di kuil Shao Lin yang kemudian melarikan diri dari kuil tersebut dan beralih berkultivasi aliran Tao, namun terhadap hal ini di dalam materi-materi sejarah nyaris tidak tercatat, semestinya itu hanyalah imajinasi pengarang buku (CerSil).
Mengenai keadaan tahun-tahun awal Thio Sam Hong, data yang akurat saat ini sudah sangat jarang.

Seperti Cerita pada serial TV semacam “Semasa Kecil Thio Sam Hong” murni hanya khayalan dan rekayasa.
Data sejarah yang agak serius dan ortodoks, tentu saja adalah “Sejarah dinasti Ming – Biografi Thio Sam Hong”.
Namun di dalam buku tersebut juga hanya dikatakan ia adalah orang Yu Zhou – propinsi Liao Dong, kehidupan sewaktu masih muda tak disinggung sama sekali, hanya dikatakan tentang sepak terjangnya setelah menjadi terkenal.

Di dalam kitab itu dikatakan bahwa Thio Sam Hong tak peduli iklim sedang panas atau dingin, ia selalu hanya mengenakan satu stel pakaian tambal sulam untuk menangkal angin dan hawa dingin, ditambah jubah butut untuk berlindung terhadap hujan dan salju.
Thio Sam Hong tidak terlalu memperhatikan penampilan, juga tidak menjaga higienis, seringkali ia berpakaian kedodoran, maka dari itu orang-orang terbiasa memanggilnya “Zhang Lusuh” ataupun memanggilnya “Si pertapa Tao yang lusuh”.
Selera makan nasi Thio Sam Hong besarnya tidak semestinya, sekali makan dapat menghabiskan 1 bakul, tetapi terkadang ia juga berhari-hari baru makan 1 porsi, bahkan bisa beberapa bulan tidak makan.

Hobbinya yang lain ialah suka berkelana sebagai Taois pengemis pergi ke empat penjuru, seringkali tanpa tempat tinggal tetap, kalau hati sedang riang menjelajahi pegunungan, ia di kala lelah berselimut awan dan beralas salju.
Terkadang di pegunungan sunyi, terkadang bermain di kota yang ramai, menikmati hidup, seolah tiada orang di sampingnya.
Konon ia dalam sehari bisa menempuh ribuan Li (1 Li = ½ km).
Di dalam kitab kuno ada dicatat, Thio Sam Hong pernah menetap/bertapa di atas gunung Tai Ping, karena karakter Thio Sam Hong supel, ia bergaul cukup akrab dengan orang-orang sebayanya di desa sekitar.

Suatu hari, Thio Sam Hong hendak berpamitan, ia mengundang para tetua desa untuk makan bersama, akan tetapi Thio Sam Hong lama tidak memasak, tak memiliki lagi biang api, ia bilang hendak turun gunung mengambilnya sebentar, tak lama berselang ia sudah balik lagi, padahal naik-turun gunung membutuhkan 40 Li (± 20 km).
Selain itu ia juga telah membeli sedikit tahu sebagai sayurnya, kala itu belum ada kantong plastik, tahu dibawa dengan papan.

Usai bersantap bersama, Thio Sam Hong berpesan kepada mereka, papan ini milik keluarga Wang di kota Tang Yi wilayah pintu barat, bantulah saya untuk kembalikan papan tahu ini.
Para tetua itu setelah berhasil menemukan tempat dimaksud dan menanyakan memang betul benda itu milik marga Wang, namun kota Tang Yi, berjarak 140 Li (± 70 km) dari gunung Tai Ping ! (dan jarak itu ditempuh Thio Sam Hong cuma dalam sekejap)
Selain itu kehebatan kungfu Thio Sam Hong juga terdapat catatan sejarahnya, konon ia sesudah pencerahan di dalam silat Tai Chi, pernah “seorang diri membunuh ratusan penjahat, maka dengan keahliannya tersohor di dunia”.
Ini adalah satu-satunya catatan yang pernah terungkap di dalam kalangan jago silat aliran Tai Chi – Taoisme selama dalam sejarah.
Jikalau hal itu benar, ilmu silat Thio Sam Hong agaknya masih melebihi penuturan di dalam CerSil, sekali pukul nyawa ratusan penjahat melayang, tak kalah pamor bila dibandingkan dengan jurus-jurus 18 telapak tangan menundukkan naga, ilmu silat Vajra besar dan lain-lain.
Sewaktu Thio Sam Hong berkultivasi Tao juga pernah mengincar tempat yang dinamakan gunung Wu Dang (di cersil terkenal dengan sebutan gunung Bu Tong).

Sesudah Thio Sam Hong berkelana di seluruh gunung Bu Tong, ia mengatakan kepada seseorang :
“Gunung ini suatu hari kelak pasti makmur”.
Tetapi gunung Bu Tong kala itu, tempat pertapaan Tao di atas gunung telah dibumi-hanguskan oleh api peperangan, benar-benar menjadi sebuah gunung belukar.
Thio Sam Hong dan para muridnya membabat belukar, membenahi reruntuhan, mendirikan beberapa gubug untuk ditinggali, meskipun tidak mengurus bukti surat hak milik dan sebagainya, tapi telah menduduki gunung Bu Tong, tanah pusaka Hong Sui ini.
Konon Thio Sam Hong sewaktu bertapa di gunung Bu Tong, sering duduk di bawah lima pohon tua, namun “Binatang buas tidak mengganggunya”, ia mendaki gunung dengan langkah gesit bagaikan terbang, sewaktu musim dingin sering berbaring di atas salju, dengkurannya keras bagai guruh.

Orang-orang merasa takjub, menganggapnya sebagai manusia unik. Ketika itu terdapat sejumlah orang terkenal yang berguru kepadanya.
Beberapa waktu berselang, Thio Sam Hong tiba-tiba hengkang lagi, kemudian menetap cukup lama di biara Jin Tai – Bao Ji – propinsi Shan Xi, konon julukan Thio Sam Hong berasal dari 3 puncak (San Feng / Sam Hong 三 豐 atau 三 峰 adalah tiga kesuburan atau tiga puncak) yang indah di gunung Bao Ji.
Kini di biara Jin Tai masih terdapat satu buah prasasti “Catatan tentang Thio Sam Hong”, didirikan oleh Zhang Yong Huan, seorang pejabat propinsi Shan Xi dinasti Ming, di situ ditulis bahwa ayahnya bernama Zhang Chao Yong ketika berumur 13 tahun belajar di dalam biara.

Thio Sam Hong yang baru tiba dari berkelana mengobrol dengan ayahnya, yang mengatakan bahwa ayahnya Zhang Chao Yong bernama Zhang Wei, yang karena menghindari perang mengungsi ke Bao Ji.
Sesudah Thio Sam Hong mendengarnya, ia seperti terkesan dan berkata, ketika ia berkelana sebagai pendeta mengemis di kota Shi.
Pernah mengenal leluhur Zhang Chao Yong dan sering berhubungan dengan keluarganya, lalu bertanya : “Leluhur yang bernama Zhang Yi masih termasuk apanya?” Zhang Chao Yong mengatakan, ia adalah kakek saya. Tio Sam Hong mengatakan :
“Wah, saya sewaktu mengenalnya ia masih seorang bocah.”
Kelihatannya usia Thio Sam Hong dibandingkan dengan kakek buyut pejabat Zhang ini masih lebih tua satu generasi.

Betul, usia panjang Tio Sam Hong sangat terkenal, masa aktifitas Thio Sam Hong yang terlacak di catatan sejarah, berlangsung di atas 100 tahun, itulah mengapa ketika ia membahas level usianya dengan orang-orang, memang tak ada yang dapat menandinginya.
Sewaktu Thio Sam Hong di Bao Ji, konon pernah “mati” satu kali.

Sesuai yang tercantum di dalam kitab kuno “Sejarah Ming / 明 史” dan “Catatan Wei Yi / 微 異 錄” bahwa pada suatu hari, ia mengatakan kepada Yang Guishan, salah seorang muridnya :
“Umur saya sudah habis, saatnya untuk kembali ke langit”.
Sambil meninggalkan pesan berupa syair lantas wafat.
Guishan dan teman-teman seperguruan menempatkannya ke dalam peti mati dan tatkala hendak menguburnya, terdengar suara gerakan dari dalam peti, setelah peti dibuka, ternyata Thio Sam Hong dengan cengar-cengir merangkak keluar, hingga mengagetkan para pelayat, ada yang menangis, berteriak, ada yang melongo, pada mengira ada setan gentayangan.

Apakah Thio Sam Hong sedang bergurau dengan mereka, ataukah ia setelah meninggal ternyata masih ingin berbalik lagi?
Ada yang menjelaskan, pesilat aliran Tao yang berhasil mencapai tingkatan sangat tinggi, jiwanya dapat meninggalkan raga, seperti kisah Tie Guai Li di dalam dongeng “8 Dewa Menyeberangi Lautan/Ba Xian Guo Hai”.
Thio Sam Hong sesudah bangkit dari kematian, berkelana lagi ke propinsi Si Chuan, diantaranya ia menemui raja Xian dari Shu / 蜀 獻 王 yang merupakan anak ke-11 dari Zhu Yuan Zhang (Pendiri dinasti Ming) yang bernama Zhu Zhuang, ia sangat menghormati dan mengagumi Tio Sam Hong dan pernah menulis sebuah syair yang dinamakan “Memberi Judul Potret Dewa Thio”.

Syair Zhu Zhuang meskipun tidak terlalu bagus, tetapi rasa hormatnya terhadap Thio Sam Hong adalah tulus, konon ia pernah memperoleh wejangan dari Thio Sam Hong dan memperoleh pencerahan tentang makna sejati aliran Tao, kemudian ia terhindar dari bencana politik.
Zhu Yuan Zhang pernah merasa sangat tertarik dengan Tio Sam Hong, menitahkan dia untuk menghadap.
Thio Sam Hong dibandingkan dengan seluruh jajaran pimpinan keagamaan kala itu sangat jelas perbedaannya, jika mereka mendengar titah kaisar, langsung dengan bersuka-ria menyongsongnya, lebih semangat dan bergairah dibandingkan dengan kaum muda zaman sekarang ketika dipanggil Presiden.

Tetapi disinilah keunikan Thio Sam Hong, meski kaisar telah mengeluarkan titah sebanyak 3 kali, ia tetap saja tidak pergi, petugas pengantar titah sama sekali tak dapat menemukannya.
Putra Zhu Yuan Zhang, Zhu Bai (bergelar : raja Xiang) mendengar ketenarannya, rela pergi sendiri ke gunung Butong mencarinya, akan tetapi yang terlihat hanya gunung kosong melompong, rimba raya yang hijau, hanya jejak Thio Sam Hong tak dapat ditemukan.
Ketika Zhu Li (bergelar : raja Yan, saudara Zhu Bai) meneruskan tahta ayahnya, ia lebih tertarik lagi kepada Thio Sam Hong, kerap kali mengundang para murid Thio Sam Hong, menyuruh mereka menemukannya.
Ia selain itu juga menulis sendiri sepucuk surat kepadanya.

Sesuai yang tercatat di dalam sejarah, Zhu Li adalah seorang tiran yang sangat kejam, namun di dalam surat yang ia kirim ternyata bernada sangat sungkan, bahkan membahasakan dirinya sendiri “saya yang berbakat rendah”, boleh dibilang sudah sangatlah menurunkan derajat sendiri dan memberi penghargaan yang luar biasa kepada Thio Sam Hong.

Akan tetapi, Thio Sam Hong tetap saja tidak mematuhi titah tersebut, ia hanya menyumbang sebait syair yang disampaikan kepada kaisar melalui muridnya bernama Sun Biyun.
Perjalanan hidup Thio Sam Hong, bagaikan naga sakti yang kelihatan kepala tapi tak nampak ekornya, maka itu selain di hati Zhu Li, bahkan di dalam hati generasi sesudahnya semakin lama semakin misterius.
Oleh karena itu dongeng mengenai Tio Sam Hong juga sangat banyak, di sini tidak dibahas lebih lanjut.
Thio Sam Hong akhirnya kapan wafat juga tak dapat dilacak lagi, bahkan ada yang percaya ia tetap hidup selamanya dan selalu tinggal di antara kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.