SEJARAH TAHUN BARU IMLEK - ARTIKEL IMLEK (BAGIAN 2 DARI 3 ARTIKEL)

Foto Cetya Tathagata Jakarta. 
SEJARAH TAHUN BARU IMLEK - ARTIKEL IMLEK (BAGIAN 2 DARI 3 ARTIKEL)
Disamping itu Laksaman Cheng Ho (Zheng He) yang berawal dari tahun 1405 sampai 1433, melakukan pelayaran yang sangat spektakuler pada zaman itu, dengan armada yang sangat besar (300 buah Kapal dan 28.000 Awak kapal), telah melakukan 7 (tujuh) kali Muhibah Bahari sampai ke benua Afrika, bahkan dinyatakan telah mendarat di benua Amerika 87 tahun sebelum Columbus (menurut buku ”1421” karangan mantan Kapten AL. Gavin Menzies dari Inggris), juga menggunakan jadwal pelayaran yang berdasarkan pada perubahan iklim dan arah angin dari petunjuk penanggalan Imlek ini, sehingga jadwal setiap kali keberangkatan dan kembali dari muhibah tersebut selalu jatuh pada waktu yang hampir bersamaan.

Im-Lek (dialek Hokkian/Yin Li bahasa Mandarin) masing-masing Im (Yin) – dari Im-Yang (Negatif & positif), suatu paham yang meyakinkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, selalu mengandung dua macam elemen/sifat yang saling berlawanan, namun juga saling menyeimbangi, sama halnya dengan Bumi yang diseimbangi antara Bulan (Malam, Gelap dan Dingin) dan Matahari (Pagi, Terang dan Panas). Lek (li) – berarti penanggalan penunjuk hari, bulan dan tahun.

Dalam proses penetapan kalender yang panjang itu para ahli astronomi Tiongkok kuno pada akhirnya menetapkan 12 tahun Imlek dalam 1 (satu) siklus. Astrologi Tiongkok (salah satunya kita kenal sebagi Shio) jauh lebih rumit dari sistem astrologi Barat, ada 12 binatang yang menjadi simbol astrologi serta 5 macam unsur materi. Jika digabungkan bisa menjadi 60 kombinasi. Kedua belas binatang tersebut adalah Tikus, Sapi, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi, serta kelima unsur materinya adalah Kayu, Api, Tanah, Emas (atau Besi) dan Air.

Mengingat proses penetapan yang sangat panjang itu, maka terjadi banyak versi tentang penghitungan tahun Imlek yang beredar di masyarakat Tiongkok kala itu, setiap dinasti yang berkuasa selalu menetapkan berdirinya dinasti tersebut sebagai tahun baru pertama dan seterusnya. Dengan banyaknya dinasti yang ada dalam sejarah Tiongkok, maka perbedaan penghitungan tahunpun menjadi sangat beragam, hingga pada dinasti Ch’in (tahun 221-207 SM), Raja Ch’in sebagai pendiri dinasti pertama yang dapat menguasai dan mempersatukan sebagian besar daratan Tiongkok (dari bagian tengah sampai timur) memerintahkan untuk menetapkan penghitungan awal tahun Imlek terhitung dari tahun kelahiran Khong Hu Chu (Kongfuzi –seorang filosof tersohor yang karyanya menjadi pedoman/prinsip hidup pemerintah dan masyarakt di Tiongkok), karena sejak itu tidak ada perubahan yang singnifikan atas hitungan tersebut, maka penghitungan itu berlanjut hingga saat ini.
Tahun Baru Imlek sebagai awal tahun yang dimulai dengan berakhirnya musim dingin dan datangnya musim semi di daratan Tiongkok, saat itulah petani mulai melakukan pekerjaan cocok tanam, saat yang sangat dinanti-nantikan untuk memulai pekerjaan yang akan memakmurkan keluarga. Sebagai tanda penyambutan hari itu, masyarakat bersuka ria mengadakan perayaan. Sejarah Tiongkok sangat panjang, daratan yang luas, daerah yang berjauhan serta perbedaan geografis tentu membentuk karakter, budaya dan tradisi yang berbeda di setiap daerah, maka kebiasaan atau cara yang dilakukan untuk merayakan hari itu akan berbeda di setiap daerah.

Apabila kita kembalikan kepada makna Imlek sebagai rasa syukur akan datangnya tahun baru yang juga menandai awal musim semi, maka sistem penanggalan yang diterapkan oleh Dinasti Xia (Abad ke 21—17 SM) lebih cocok dijadikan sebagai patokan awal Tahun Baru Imlek. Bukan sejak tahun pemerintahan Dinasti Ch’in (221-207 SM) yang menetapkan berdasarkan pada tahun kelahiran Khong Hu Chu (tahun 551 SM) seperti yang dipercaya sebagian besar masyarakat Tionghoa.

Adalah suatu kebiasaan umum di dalam masyarakat disana bahwa dalam suasana yang bahagia itu akan melibatkan seluruh keluarga, begitu pula dalam kehidupan sehari-hari yang selalu berada dalam lingkungan yang dekat, maka pada momentum yang bahagia ini, seluruh sanak keluarga akan saling memberi hormat, terutama kepada yang lebih tua, dan sebaliknya kertas merah (lambang kehabagiaan / keberuntungan) yang disebut Angpao (atau Ya sui qian –rejeki agar awet muda/umur panjang), kebiasaan ini lambat laun menjadi adat dan tradisi di Hari Raya Imlek ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Tentang Penulis

Tentang Penulis
Mengky Mangarek, salah satu IT preneur, penggemar kisah para Buddha, Bodhisattva serta penulis buku dan komik Zen, juga pernah mengisi di beberapa radio talk, seminar dan penulis / admin dibeberapa blog seperti Kisah Para Dewa dan Cetya Tathagata yang telah memiliki lebih dari 20,000 pembaca setia.

tentang penulis

tentang penulis
Jacky Raharja adalah seorang entrepreneur kelahiran 10 February 1982 dan berdomisili di Jakarta. Mengawali karier profesional sebagai seorang Marketer pada sebuah Top Multinational Company yang bergerak di bidang FMCG pada tahun 2007. Mempunyai passion yang sangat tinggi dalam hal brand management & strategic dan meninggalkan dunia profesional pada tahun 2013 sebagai Brand Manager demi mengejar passion lainnya yaitu menjadi seorang Entrepreneur yang mempunyai jaringan bisnis sendiri. Bergabung dengan Cetya Tathagata Jakarta sebagai bagian dari committee sejak tahun 2005 dan sebagai salah satu kontributor atas artikel-artikel pada social media Cetya Tathagata Jakarta.

Most Reading

Diberdayakan oleh Blogger.